Jayapura – Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Papua kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian ekosistem laut dengan mengungkap kasus tindak pidana perikanan di wilayah perairan Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua, Kamis (31/07/25).
Kegiatan pengungkapan ini melibatkan lima personel, yakni AKP Richard Latuasan, S.H., Bripka Amusdin, S.H., Bripka Hj. Jafar Hehanussa, S.H., Brigpol Victor Pabeno, S.E., dan dua anggota Bintara remaja.
Dirpolairud Polda Papua Kombes Pol. Andi Anugrah S.I.K., melalui AKP Richard Latuasan, S.H., menyampaikan bahwa Tim Lidik Subdit Gakkum Dit Polairud berhasil mengamankan seorang pria berinisial Demetrius Atibi (56), warga Hamadi Tanjung, atas dugaan melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak rakitan atau yang dikenal dengan Dopis. Kegiatan ilegal ini dilakukan pelaku di sekitar Pulau Kura-Kura, perairan Hamadi Perikanan.
“Kami menerima informasi dari warga ,lalu langsung bergerak ke lokasi menggunakan kapal Tactical 01 untuk memastikan kebenaran laporan tersebut,” ujar AKP Richard Latuasan, S.H., selaku ketua tim pengungkapan.
Setibanya di lokasi, tim mencurigai sebuah perahu semang berwarna merah dengan corak putih dan kuning yang sesuai dengan informasi awal. Setelah dilakukan pemeriksaan, tim menemukan seorang pria beserta sejumlah barang bukti hasil penangkapan ikan secara ilegal.
Lebih lanjut, AKP Richard mengatakan saat diperiksa, pelaku tengah berada di perahunya bersama tiga ekor ikan jenis ekor pisau, dua senapan ikan, satu penggayung, serta satu korek api merah. Petugas juga menemukan satu serok ikan di perahu tersebut.
“Setelah kami amankan, pelaku langsung dibawa ke Mako Dit Polairud Polda Papua untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ia tidak melakukan perlawanan dan mengakui bahwa benar menggunakan bahan peledak jenis Dopis untuk menangkap ikan,” jelas AKP Richard.
Menurut keterangan, pelaku juga sempat menjelaskan bahwa cara tersebut kerap digunakan karena dianggap lebih cepat dan menghasilkan banyak tangkapan. Namun petugas menegaskan bahwa metode ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem laut.
Barang bukti yang diamankan terdiri dari satu perahu semang, satu penggayung, satu serok ikan, tiga ekor ikan ekor pisau, dua senapan ikan, dan satu korek api merah. Semuanya kini telah diamankan sebagai bagian dari proses penyidikan lebih lanjut.
Kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak seperti bom atau bahan peledak turut berkontribusi pada kondisi kerusakan terumbu karang di perairan Jayapura yang saat ini sudah mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru, sekitar 50% hingga 80% terumbu karang di wilayah tersebut mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh praktik penangkapan yang tidak ramah lingkungan, pengambilan karang sebagai material bangunan, dan pembangunan pesisir yang tidak terkendali.
Kerusakan tersebut menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional, sekaligus mengancam keanekaragaman hayati laut di wilayah Papua. Sebagai bentuk penanggulangan, Dit Polairud bersama instansi terkait telah melaksanakan patroli rutin, pembentukan kelompok pengawas masyarakat, serta transplantasi terumbu karang di beberapa titik kritis. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat pesisir juga terus ditingkatkan agar kesadaran kolektif terhadap perlindungan laut bisa tumbuh.
Dit Polairud Polda Papua mencatat bahwa selama dua bulan terakhir, yakni Juni dan Juli 2025, telah terjadi dua kasus serupa.
“Kami mengimbau kepada nelayan dan masyarakat pesisir agar tidak ragu melapor bila melihat aktivitas perikanan ilegal. Segera informasikan ke pos atau kantor polisi terdekat,” pungkas AKP Richard.
Jayapura, 31 Juli 2025
0 Komentar