Hadapi Eskalasi Harga Kontrak Tahun Jamak dan Harga Penawaran Timpang Tergantung Kinerja KPA




SURABAYA -– Pekerjaan kontrak tahun jamak atau multiyears contract (MYC) bukan berarti tanpa risiko. Selain harus mendapat izin dari otoritas keuangan negara/daerah, semisal Menteri Keuangan, untuk penyelenggaraannya, risiko eskalasi harga (price adjustment) atau penyesuaian harga satuan, lebih lebar jika dibandingkan proyek single years contract (SYC).



Meskipun Perpres No. 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengakomodasi terjadinya penyesuaian harga, yakni pada Pasal 37 ayat (1), namun tata cara perhitungan penyesuaian harga pada MYC harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Kontrak dan perubahan Dokumen Kontrak.



Mengacu pada Pasal 37 ayat (1) butir c Perpres No. 16 tahun 2018, penyesuaian harga tersebut tidak diberlakukan pada komponen keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan harga satuan timpang yang tercantum dalam penawaran.



Lantas, bagaimana risiko penyesuaian harga atau eskalasi tersebut dapat diperhitungkan dengan sebenarnya jika dihadapkan pada nilai kontrak pekerjaan yang timpang cukup dalam dengan harga perkiraan sendiri (HPS), akibat jumping harga penawaran.



Paket proyek pelebaran rekonstruksi jalan jurusan batas Kab. Lumajang-Kencong (link 202) dan Kencong-Kasiyan (link 203) dengan nilai pagu dan HPS sebesar Rp 50 miliar, tentu akan mengalami penyesuaian harga, baik upah kerja, material dan bahan, maupun peralatan kerja. 



Proyek yang dikerjakan dengan harga kontrak sebesar Rp 39,56 miliar lebih itu, tak akan luput dari dampak kenaikan harga aspal yang terjadi sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi. Pengaruhnya akan signifikan pada pelaksanaan proyek jumbo UPT PJJ Jember tersebut.



Kenaikan 2 komoditas vital itu bukan tidak mungkin akan menimbulkan penyesuaian harga satuan pekerjaan. Bisa saja harga satuan tersebut direviu sebelum syarat perubahan harga MYC yang diatur dalam Perpres No. 16 tahun 2018 yaitu setelah bulan ke-13 pelaksanaan pekerjaan. 



Ancang-ancang penyesuaian harga bahkan tak jarang dipersiapkan pada awal pelaksanaan kegiatan. Apalagi kenaikan harga BBM kerap diikuti dengan kenaikan ongkos distribusi logistik.



Kondisi ini hendaknya direspon dengan optimalisasi kinerja pengawasan UPT PJJ Jember. Jajaran fungsional internal, mulai dari KPA, PPKom, PPTK hingga pengawas yang bertugas di lapangan, dituntut menunjukkan performa kinerja pengawasan yang berpihak kepada penyediaan infrastruktur yang berkualitas.



Tepat mutu, tepat biaya dan tepat waktu tidak hanya menjadi jargon, melainkan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang berintegritas dan akuntabel.



Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Daerah atau Pengguna Anggaran (PA) adalah benteng terakhir untuk menjaga Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD) memang layak dikeluarkan untuk melakukan pembayaran atas pekerjaan yang dihasilkan oleh penyedia jasa. 



Penilaian terhadap kualitas dan kuantitas pekerjaan tidak melulu berbasis pada laporan yang bersifat administratif semata, atau cuma bertumpu pada hasil kerja supervisi yang juga disewa. (shohib)

Posting Komentar

0 Komentar